Evaluasi Kinerja 5 Tahun Transportasi Indonesia
Tahun 2019 akan segera berakhir dalam hitungan kurang dari
dua bulan lagi. Hal ini menandakan bahwa lima tahun kepemimpinan pemerintah
Jokowi-Jusuf Kalla telah berakhir. Ada begitu banyak program pemerintah yang
dilakukan dalam berbagai sektor yang dapat dirasakan oleh masyarakat, salah
satunya yakni sektor transportasi seperti penyelesaian pembangunan Bandara Kertajati di Jawa Barat, dan jaringan transportasi Moda Raya Terpadu (MRT).
Di tengah globalisasi yang bergejolak semasa pemerintahan
Jokowi-Jusuf Kalla, perkembangan sektor transportasi begitu kentara. Setelah
lima tahun berlalu, sekarang adalah saatnya kita melakukan evaluasi. Menurut Nasution (2003), indikator untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi transportasi terdiri dari dua; ukuran kualitatif dinyatakan dengan tingkat pelayanan dan ukuran kualitatif dinyatakan dengan mutu pelayanan. Tingkat pelayanan ini dijabarkan pula menjadi dua faktor yakni kapasitas dan aksebilitas sedang mutu pelayanan dijabarkan menjadi keselamatan, keandalan, fleksibilitas, kenyamanan, kecepatan, dan dampak.
Tingkat Pelayanan
1. Kapasitas
Kapasitas dinyatakan sebagai jumlah penumpang yang biasa dipindahkan dalam satu waktu tertentu (Nasution, 2003). Hasil pengamatan di lapangan yang terjadi adalah poin ini bernilai positif sekali. Pemerintah sudah mampu mengubah pola transportasi pribadi menjadi transportasi publik yang artinya lebih besar kapasitas tiap berpindahan dalam satu waktu. Hal ini terbukti dengan adanya data Badan Pusat Statistik yang menyatakan kenaikan setiap tahun.
Tak hanya kereta api, peningkatan penumpang yang diangkut menggunakan pesawat juga mengalami peningkatan.
Hal ini berarti masyarakat mulai beralih menggunakan moda transportasi publik. Dengan adanya program pengalihan moda transportasi pribadi menjadi transportasi publik, kapasitas penumpang baik transportasi darat, laut dan darat menjadi lebih besar. Selain itu program pengalihan moda transportasi ini ramah lingkungan namun poin ini baru akan dibahas di bagian berikutnya.
Indonesia masih berpusat pada moda transportasi jalur darat. Pembangunan infrastruktur pun demikian, cenderung berpusat di daratan. Beberapa infrastruktur ini di antaranya perbaikan jalan, jalan tol, bandara, dan RLT. Data yang didapat dari Badan Pusat Statistik menunjukkan aktifnya pembangunan sarana jalan milik kabupaten/kota, yang artiny alebih mudah menjangkau daerah di kabupaten/kota.
Bukan hanya jalan umum, jalan tol juga sedang gencar-gencarnya dibangun oleh pemerintah. Dalam laman Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Menteri Keuangan (2017) dinyatakan bahwa sesuai Renstra 2015-2019, target jalan tol yang dioperasikan sepanjang 1.060 km. Adapun realisasi penambahan jalan tol pada 2015 sepanjang 132 km, lalu pada 2016 bertambah 44 km menjadi 176 km. Pada 2017 diproyeksikan ada tambahan 391,9 km, sehingga total tambahan panjang jalan tol yang dioperasikan menjadi 567,9 km. Selanjutnya, pada 2018 diproyeksikan bertambah 615 km menjadi 1.182,9 km, dan pada 2019 ada tambahan 669 km menjadi 1.851,9 km.
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019 |
Tak hanya kereta api, peningkatan penumpang yang diangkut menggunakan pesawat juga mengalami peningkatan.
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019 |
Hal ini berarti masyarakat mulai beralih menggunakan moda transportasi publik. Dengan adanya program pengalihan moda transportasi pribadi menjadi transportasi publik, kapasitas penumpang baik transportasi darat, laut dan darat menjadi lebih besar. Selain itu program pengalihan moda transportasi ini ramah lingkungan namun poin ini baru akan dibahas di bagian berikutnya.
2. Aksebilitas
Aksebilitas diartikan sebagai kemudahan orang dalam menggunakan suatu sarana transportasi tertentu dan bisa berubah fungsi dan jarak maupun waktu. Melihat hingga lima tahun ke belakang, transportasi sudah tidak begitu sulit dijangkau, terutama di kota-kota besar. Hal ini disebabkan karena pembangunan infastruktur dan pemanfaatan internet dalam pengelolaan sektor transportasi.Indonesia masih berpusat pada moda transportasi jalur darat. Pembangunan infrastruktur pun demikian, cenderung berpusat di daratan. Beberapa infrastruktur ini di antaranya perbaikan jalan, jalan tol, bandara, dan RLT. Data yang didapat dari Badan Pusat Statistik menunjukkan aktifnya pembangunan sarana jalan milik kabupaten/kota, yang artiny alebih mudah menjangkau daerah di kabupaten/kota.
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019 |
Bukan hanya jalan umum, jalan tol juga sedang gencar-gencarnya dibangun oleh pemerintah. Dalam laman Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Menteri Keuangan (2017) dinyatakan bahwa sesuai Renstra 2015-2019, target jalan tol yang dioperasikan sepanjang 1.060 km. Adapun realisasi penambahan jalan tol pada 2015 sepanjang 132 km, lalu pada 2016 bertambah 44 km menjadi 176 km. Pada 2017 diproyeksikan ada tambahan 391,9 km, sehingga total tambahan panjang jalan tol yang dioperasikan menjadi 567,9 km. Selanjutnya, pada 2018 diproyeksikan bertambah 615 km menjadi 1.182,9 km, dan pada 2019 ada tambahan 669 km menjadi 1.851,9 km.
Sedangkan moda transportasi kereta api yang diunggulkan di
darat karena dapat mengangkut lebih banyak orang semakin berinovasi dan kian
diperbaharui agar tidak ketinggalan zaman. Nasution (2003) menyatakan suatu sistem trasportasi sebaiknya
bisa diakses secara mudah dari berbagai tempat dan pada setiap saan untuk
mendorong orang mengguankannya dengan mudah. Sehingga wajar pembangunan
infrastruktur digalakkan besar-besaran.
Kualitas Pelayanan
1. Keselamatan
Sulit untuk menyimpulkan kualitas pelayanan bagian
keselamatan karena angkat kecelakaan di Indonesia cenderung naik turun. Hal ini
dapat dilihat pada tabel jumlah kecelakaan, korban mati, luka berat, luka
ringan, dan kerugian material di bawah.
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019 |
Kecelakaan disebabkan oleh multifaktorial namun sebagian besar disebabkan oleh pengendara itu sendiri. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Nugroho (2012) menyatakan bahwa faktor penyebab kecelakaan di antaranya adalah faktor manusia (79,91 %), faktor kendaraan (12,66 %), faktor jalan (4,37 %) dan faktor lingkungan (3,06 %).
2. Keandalan
Keandalan yang dimaksud di sini berhubungan dnegan
faktor-faktor seperti ketetapan waktu dan jaminan sampai di tempat tujuan.
Beberapa waktu sebelumnya adalah rapor merah bagi kita karena beberapa kota di
Indonesia mendapat peringkat atas dengan kemacetan. Hal tersebut mengilhami
pemerintah untuk menggemborkan public transportation dan sudah mulai kelihatan
hasilnya.
3. Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah kemudahan yang ada
dalam mengubah segala sesuatu sebagai akibat adanya kejadian yang berubah tidak
sesuai dengan skenario yang direncanakan. Moda transportasi di Indonesia
beragam dan memberikan banyak pilihan kepada masyarakat. Contohnya adalah saat
lebaran. Orang akan berbondong-bondong memesan pesawat namun jika tiket pesawat
habis maka orang dapat menggunakan kereta api.
4. Kenyamanan
Hasil survei yang dilakukan Komunitas Konsumen Indonesia
(KKI) bertajuk “Preferensi Konsumen terhadap layanan Moda Transportasi Darat
Urban di Indonesia" dalam laman industri.kontan.co.id (2019) disebutkan
bahwa konsumen tak hanya mengincar promo murah tapi juga memilih layanan yang
aman dan nyaman. Demi mengikuti perubahan zaman dan kehendak konsumen, moda
transportasi berkembang terus menjadi lebih baik. Sekarang sudah tersedia
banyak moda transportasi yang menggunakan AC, pelayanan ramah, dan menghadirkan
berbagai kenyamanan lainnya.
5. Kecepatan
Tak ada transportasi yang lebih cepat dari transportasi
udara. Meski demikian, menggunakan transportasi udara merogok kocek yang sangat
mahal. Pembangunan RLT dirasa tepat karena selain cepat, ongkos RLT juga
bersahabat dengan rakyat kecil.
6. Dampak
Dampak ini
sangat beragam jenisnya, mulai dari dampak lingkungan sampai dengan dampak
sosial yang ditimbulkan dengan adanya suatu operasi lalu lintas, serta konsumsi
energi yang dibutuhkan. Kita sempat booming global warming dan penggunaan
transportasi massal, utamanya kereta api, berpengaruh ke arah yang lebih baik.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Amelia, Samadikun, dan Huboyo (2017) ditemukan
bahwa penggunaan kereta api dapat mengurangi gas rumah kaca karena memiliki
emisi gas buangan yang jauh lebih rendah dibandingkan moda transportasi lain. Berkurangnya
emisi gas rumah kaca berpengaruh pula pada derajat kesehatan. Kereta api dapat
mengurangi hingga 85% polusi dibandingkan pesawat terbang (Sriastuti, 2015). Berkurangnya
polusi membuat udara jauh lebih sehat. Pada akhirnya, kesehatan masyarakat pun akan
menjadi lebih baik. Terkait emisi gas buangan yang rendah, di Jerman sudah ada kereta
api dengan emisi nol bernama Hydrail. Semoga saja Indonesia juga bisa
meluncurkan kereta api ini.
Pada sektor ekonomi, kereta api dinilai jauh lebih efisien.
Pengangkutan komoditi menggunakan kereta api tidak akan terpengaruh kenaikan
harga BBM (Bahan Bakar Minyak) karena kereta api menggunakan bahan bakar solar
industri. Bila masyarakat menggunakan kereta api maka penghematan BBM
diperkirakan mencapai 1 juta liter per tahun. Kereta api juga mampu mengangkut
barang dalam skala lebih besar dengan perbandingan kapasitas satu gerbong
barang dapat sama dengan dua kali kapasitas truk (Yunani, 2015).
Transportasi 5 Tahun Berikutnya
Berdasarkan uraian di atas kita dapat mencermati bersama
bahwa kinerja transportasi sudah baik. Namun dilihat dari data-data yang
ada, kelihatan jelas bahwa pembangunan berpusat pada daerah tertentu. Ironis
bila pembangunan hanya terasa di kota-kota besar namun di daerah pelosok jalan
aspal ataupun rel kereta api tidak ada. Aspirasi rakyat terpencil ini disampaikan di laman fajar.co.id (2019) yang menyatakan Masyarakat sejumlah daerah terpencil di Luwu Timur dan Luwu Utara belum menikmati listrik dan jalan aspal. Pilu rasanya bila di daerah ibukota
sudah dibangun RLT namun di daerah terpencil perlintasan kereta api belum
terpasang palang.
Menjelang era industri 4.0, ada tentunya ada banyak harapan
masyarakat terhadap transportasi. Kalian para pembaca blog ini juga dapat berperan aktif; mengetahui, mengawasi, serta memberikan aspirasinya terkait perkembangan melalui komentar di akun media sosial.
Instagram : @Kemenhub151 atau cukup klik di sini
Twitter : @Kemenhub151 atau cukup klik di sini
Facebook : Kementerian Perhubungan RI atau cukup klik di sini
Pada era ini batas-batas wilayah akan benar-benar kabur. Halusinasi hilangnya batas wilayah ini tentu faktor pendukungnya adalah transportasi yang mumpuni. Menghilangkan batas ini serta bagaimana dapat menciptakan transportasi yang memenuhi tingkat pelayanan dan kualitas pelayanan adalah tugas berat transportasi ke depannya.
Instagram : @Kemenhub151 atau cukup klik di sini
Twitter : @Kemenhub151 atau cukup klik di sini
Facebook : Kementerian Perhubungan RI atau cukup klik di sini
Pada era ini batas-batas wilayah akan benar-benar kabur. Halusinasi hilangnya batas wilayah ini tentu faktor pendukungnya adalah transportasi yang mumpuni. Menghilangkan batas ini serta bagaimana dapat menciptakan transportasi yang memenuhi tingkat pelayanan dan kualitas pelayanan adalah tugas berat transportasi ke depannya.
Referensi:
Amelia, C. R.., Samadikun, B. P.,
& Huboyo, H. S..2017. Analisis Shifting Penggunaan Moda Kendaraan Bermotor
ke Kereta Api terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (CO2, CH4, dan N2O) Studi
Kasus: Daerah Operasional VIII Surabaya. Jurnal
Teknik Lingkungan Volume 6 Nomor 2
Badan Pusat Statistik. 2019.
Diakses pada 10 November 2019 dari https://www.bps.go.id/dynamictable/2016/02/09/1134/jumlah-kecelakaan-koban-mati-luka-berat-luka-ringan-dan-kerugian-materi-yang-diderita-tahun-1992-2017.html
Badan Pusat Statistik. 2019.
Diakses pada 10 November 2019 dari https://www.bps.go.id/statictable/2009/02/21/1402/lalu-lintas-penerbangan-dalam-negeri-indonesia-tahun-2003-2017.html
Badan Pusat Statistik. 2019.
Diakses pada 10 November 2019 dari https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/03/06/808/panjang-jalan-menurut-tingkat-kewenangan-1987-2016-km-.html
Badan Pusat Statistik. 2019.
Diakses pada 10 November 2019 dari https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/10/1426/produksi-angkutan-kereta-api-penumpang-2000-2017.html
Fajar.co.id. (2019, 18 Agustus). Diakses
pada 11 November 2019 dari https://fajar.co.id/2019/08/18/hut-ri-banyak-daerah-belum-nikmati-aspal-di-lutim-dan-lutra/
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Menteri Keuangan. (2017,
08 Agustus). Diakses pada 11 November
2019 dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita-media/baca/12452/Hingga-2019-Jalan-Tol-Bertambah-1851-KM.html
kontan.co.id. (2019,
02 November). Diakses pada 10 November 2019 dari https://industri.kontan.co.id/news/survei-konsumen-lebih-mengutamakan-keselamatan-dan-kenyamanan-moda-transportasi?page=all
Nasution, H.M.N.
(2003). Manajemen Transportasi. Jakarta:
Ghalia
Nugroho. (2012). Analisa Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas pada Segmen Jalan By-Pass Krian-Balongendo (KM. 26+000 - KM.44+520. Jurnal Teknik Sipil KERN Vol.2 No.2
Sriastuti, D. A. N. (2015). Kereta Api Pilihan Utama sebagai Moda Alternatif Angkutan Umum Massal. Paduraksa Volume 4
Sriastuti, D. A. N. (2015). Kereta Api Pilihan Utama sebagai Moda Alternatif Angkutan Umum Massal. Paduraksa Volume 4
Yunani, A.. (2015). Logistik Berbasis Kereta Api. Supply Chain Indonesia.
Komentar
Posting Komentar